Powered by Blogger.
Pukul 06.00 W.I.B di jalan Blk depan Hypermart rencana kami berkumpul. Kali ini tujuan kami adalah Garut, Gunung Guntur yang terletak di desa Pasawahan. Mengisi liburan sekolah selama 3 hari. Pukul 06.00 saya sudah sampai di tempat berkumpul, sebagian sudah Nampak datang dan sebagian lagi sedang dalam perjalanan ketika saya hubungi.
Mengisi waktu luang Sambil menunggu bis Karunia Bakti kami cek persiapan pendakian. Jumlah anggota yang ikut adalah 12 orang yang di ketuai oleh Yogi Aschari terdiri dari 6 Perempuan dan 6 laki-laki.
Cuaca
nampaknya bersahabat pada hari itu, 14 April 2014. Dengan meminta doa dan restu
dari Pembina dan orang tua. Dengan memakai seragam hitam dan juga Syal merah
yang berlambangkan Cakra Bhuwana dengan gagahnya kami berdiri di pinggir jalan.
Nampak
dari kejauhan, sebuah bis berwarna hijau terlihat sepi penumpang. Akhirnya pukul
09.00 W.I.B Bis Karunia Bakti yang kami
tunggu sudah tiba. Matahari mulai semakin tinggi dan cuaca pun semakin panas,
target kami turun dari bis jam 12 ternyata meleset 1,5 jam. Tepat pukul 13.30
W.I.B kami sampai di garut. Dengan biaya 30 ribu/ orang, yahh cukup standar
untuk perjalanan dari Cianjur – Garut
Belum
satu pun peserta yang sekarang mendaki pernah menjajaki gunung Guntur. Dengan
informasi secukupnya Petualangan pun di
mulai.
14.00
W.I.B solat dan mengisi perut yang lapar
Seorang pegiat alam
juga manusia, butuh makan, butuh minum. Persiapan energi adalah yang utama.
Tanpa basa-basi lagi semua peserta mengeluarkan makanan yang ada didalam
carier. Dengan teman nasi seadanya ditambah gorengan dan kurupuk, makan pun
terasa lezat apalagi dibarengi dengan canda tawa anak-anak cakra.
Hari mulai sore, puncak
gunung Guntur yang terlihat cerah di
jalan raya kini diselimuti awan yang agak hitam. Perjalanan sampai penggalian
pasir kaki gunung Guntur kira-kira sekitar 2 jam jika berjalan kaki. Sebelum melanjutkan
perjalanan, hal yang inti adalah lapor ke pak RT setempat.
Pak
Ahmad, RT desa Pasawahan, menyuruh Team kami agar selalu berhati-hati dan
jangan pernah menanyakan jalurnya kemana saat menuju puncak. Ketika saya Tanya
mengapa demikian, beliau tidak menjawab. Dia hanya menyuruh agar berhati-hati
karena track yang akan dilalui adalah bebatuan kerikil yang licin dan jarang
sekali ada pohon yang tumbuh. Selain itu pak RT juga menyuruh kami agar naik
truk pengangkut pasir saja ! karena perjalanan cukup jauh untuk sampai di kaki
gunung Guntur.
Si
Ema
Izin
sudah didapat, kondisi anak-anak pun sudah siap tempur. Memang benar rezeki
tidak kemana, Iseng kami jajan di warung si ema, si ema menawari untuk naik truk
yang rata-rata supirnya adalah anaknya sendiri. Wah sungguh baik sekali
meskipun sudah terlihat keriput kulit pipinya.
Si Ema sempat bercerita
sedikit tentang gunung Guntur. Dengan nada mengeleluh, dia bercerita bahwa dulu
gunung Guntur tidak seperti sekarang, banyak penggalian pasir yang
mengakibatkan tanah di gunung tergerus.
Yahh saya percaya percaya saja sih, soalnya si ema sudah hidup di desa
itu mungkin sekitar 80an tahun. Si Ema juga bercerita bahwa digunung sana ada
seorang penunggu, yang dijuluki Juragan Camat Kaurugan katanya dia sesosok
mahkluk yang bisa terbang memiliki 2 sayap dengan perawakan tinggi besar. Suatu
ketika waktu si Ema masih muda dia pernah melihat sosoknya. Dia juga berpesan
nanti ketika diperjalanan jangan sompral, dan yang paling penting selalu ingat
Allah S.W.T
Tidak
sempat saya menanyakan siapa namanya dan dimana rumahnya, truk pun datang.
Dengan gagahnya si Ema berteriak lantang meminta truk berhenti dan membawa
anak-anak Cianjur ini.
Kami
sangat berterimakasih, dan berharap ketika perjalanan pulang bisa bertemu lagi
di warung tersebut.
14.30
Perjalanan ke kaki Gn Guntur
Matahari
sudah tertutup awan, tapi anak-anak masih antusias.Jalanan yang kurang mulus menyebabkan
kami harus berpegangan agar tidak jatuh.Diperjalanan kami bertemu dengan pendaki
lain asal Bandung,dengan baju kaos, celana levis, tas daypack yang menghentikan
laju truk yang kami naiki, ternyata mereka juga baru akan melakukan pendakian.
Mereka bukan pencinta alam tapi iseng-iseng saja main dengan personil sekitar
15 orang.
Air
mulai turun dari langit, sementara kami belum sampai ketempat tujuan.Tidak sedikit
peserta kami yang jatuh saat berdiri di dalam truk. Memang, suasana saat naik truk
yang jalanannya jelek membuat kami serasa naik wahana Rollercoaster gratis.
Pukul 15.30 kami sampai di tujuan, kondidisi sekeliling kaki gunung berupa penggalian pasir yang luasnya sekitar
lebih
dari 6 hektare. Cuaca mulai tidak
bersahabat Hujan pun semakin deras, buka carier ambil ponco. Memang gunung
guntur kelihatannya tidak terlalu jauh untuk didaki, kami pun memasang target
jam 8 sudah sampai di Puncak pertama dan berniat berkemah disana. sementara
teman-teman pendaki lain sudah pamit duluan dengan nekat tidak memakai jas
hujan
Perjalanan masih berlanjut,
suhu masih belum terasa dingin, hanya angin saja yang membuat kesan perjalanan
seperti sudah di puncak .
Hari sudah hampir menjelang malam, saya yang berposisi sebagai Sweeper mengisyaratkan untuk berhenti sejenak dan membuka alat
penerengan (senter). Tidak sedikit anak perempuan yang merasa kelelahan dan
lapar. Mungkin karena diguyur hujan dari awal tadi perjalanan.
Nurfaiz, salah satu anggota kami mencari tempat untuk beristirahat.
Sementara Amin turun kebawah karena mendengar suara air mengalir. Nampaknya
disini ada sumber air. Anak-anak yang merasa kelelahan pun duduk sambil
menunggu mereka kembali. Puncak sudah terlihat sangat dekat, mungkin sekitar 20
menitan lagi kita bisa
sampai.
Faiz kembali dengan kabar bahagia, di sana ada tempat landai untuk
beristirahat sejenak dan melaksanakan solat. Akhirnya kami bergegas dan sampai
di tempat tujuan, hujan masih mengguyur kaki gunung ini. sejenak istirahat
melihat sebagian anak-anak sudah mulai lelah bahkan ada yang sampai tertidur.
Ku tanyakan pada mereka, ingin dilanjutkan atau membuka kemah disini, sebagian
besar anak-anak menjawab ingin buka kemah disini saja. Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan
nanti subuh, setelah sholat. Kami membawa 2 tenda, 1 tenda rumah, 1 tenda doom
Terlihat dari kejauhan, sebuah sinar pertanda SOS di
perjalanan menuju puncak terlihat. Menandakan kondisi sedang genting, memang
kondisi curah hujan lumayan deras sampai kami memasang tenda pun agak kesulitan
di tambah permukaan tanahnya yang bebatuan. Sinar itu masih saja menyala, bukan
hanya satu senter yang menyorot mungkin sekitar 3, anehnya lagi mereka
memberikan tanda itu lumayan lama, dari awal kita memasang tenda sampai
selesaipun mereka masih menyorotkan senternya. Kami berteriak pun tak ada
jawaban, hanya dengan isyarat senter kami membalasnya. Bukan tidak mau
membantu, tapi kondisi kami pun yang sebagian basah kuyup saat memasang tenda,
tidak memungkinkan untuk naik ke puncak pertama yang terlihat dekat itu apalagi
anak-anak yang mengeluh ingin segera masak dan ganti baju.
Tenda sudah siap pakai, anak-anak pun kembali antusias. Anak laki-laki
mulai membuka kompor dan membawa bahan makanan untuk dimasak. Yahh seperti
itulah jika digunung, biasanya anak laki-laki lebih rajin masak daripada yang
perempuan. Suasana yang tadinya hening pun sekarang mencair menjadi tawa
kebahagiaan saat berkumpul dan memasak bersama.
15
April, 2014
Pukul 04.30 W.I.B kami sudah bangun, setelah semalaman diguyur hujan
nampaknya hari ini cerah. Amin yang
pertama keluar, disusul anak laki-laki yang lain kami solat menghadap kiblat.
Setelah solat, nampaknya perjalanan kami dilanjutkan setelah makan pagi saja,
karena puncak gunung guntur sudah terlihat dekat, mungkin perkiraan waktunya
hanya 15 menit sampai.
Suasana pagi ini sangat ceria, Vianira yang membawa kamera tidak
menyia-nyiakan momen indah ini. Kota Garut terlihat Indah saat di sinari oleh
mentari pagi.
Waktu itu Adi dan Prasetya bertugas mengambil air sementara yang lain
menyiapkan persiapan sarapan pagi.
Berfoto sudah, Berjemur Sudah, Makan sudah, hanya mandi saja yang belum. Cuaca nampaknya akan
bersahabat hari ini. Dilihat dari matahari yang selalu tersenyum pada
kami. Berniat naik ke puncak, lalu turun
lagi dan sampai di Cianjur malam. Itulah target kami.
Pukul 9.30 kami baru memulai kembali perjalanan.
Diawali dengan doa, dengan semangatnya team Cakra Bhuwana ini melangkahkan
kaki ke ketinggian 2.249 mdpl. Target, kita sampai disana setengah jam. Kupandangi
sekelilling gunung, disana gersang, pohon yang tumbuh pun bisa dihitung.
Rata-rata rumput ilalang yang menjulang tinggi saja. Mungkin tempat ini cocok
dijuluki sebagai padang Savana nya garut.
Mulai menanjak dan Kaki menginjak bebatuan kerikil di sekitar Gunung,
tekstur pasir dan Batunya pun tebal.
Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk memakai sepatu.
Sudah 15 menit kami berjalan, tapi belum sampai juga sementara Melihat
keatas sudah sangat dekat. Sementara kami naik, orang Bandung yang sehari lalu
berangkat bareng nampak turun dari atas. Dengan ramahnya mereka menyapa, lalu
menanyakan pada kami akan nge camp dimana
? mereka kaget karena jawabannya adalah kami akan turun lagi nanti sore. Akhirnya
mewanti-wanti lah mereka bahwa malam kemarin ada badai yang cukup besar di
Puncak Gunung Guntur. Lalu nyeletuklah mereka bahwa perjalanan ke atas masih
cukup jauh yaitu sekitar 2 jam lagi.
Nampaknya kami salah perhitungan, mulai memburu waktu untuk sampai
dipuncak. Jalan menanjak yang bebatuan pun sedikit menyulitkan kami, namu Anak
Cakra tidak gentar sedikitpun. Dengan semangakat sambil menyanyikan Mars Cakra Bhuwana kami
melanjutkan perjalanan.
Pukul 12.00 kumandang adzan dari perkampungan di kaki gunung masih
terdengar disini. Team berhenti sejenak, Prasetya Adzan dzuhur. Setelah puas
beristirahat dan melihat pemandangan, kami lanjutkan perjalanan. Sebagian anak
sudah merasa kecapean, Helda, Arika, Ava, dan sebagian anak perempuan yang lain mulai
banyak berhenti.
Kembali kami berpapasan dengan pendaki lain, kali ini asli orang Garut.
Menyapa dan mewanti-wanti bahwa kita harus berhati hati, karena semalam diatas
ada badai.
Pukul 12.30 Awan tebal mulai menyelimuti gunung Guntur. Dan tanpa disangka, air mulai
turun dari atas langit dengan begitu cepat. Sekitar 15% perjalanan lagi mungkin
kita sampai di puncak. Anak-anak ingin beristirahat sejenak namun disaat hujan
seperti ini kita tidak memungkinkan untuk diam karena ditakutkan air mengalir
membasahi jalanan yang menyebabkan licin lagipula tidak ada satupun tempat
landai dan pohon besar di jalanan dari sini ke puncak.
Sudah jatuh tertimpa tangga, peribahasa yang cocok untuk Yogi, tiba-tiba
serangan keram menjatuhkan Yogi saat berjalan. Yogi yang bertugas sebagai Sweeper tidak tahan lagi untuk jalan. Sementara pasukan yang
dipimpin oleh Faiz di depan sudah duluan. Saya dan Amin menunggu Yogi yang
kesakitan.
Hujan Semakin menjadi-jadi, kami harus segera sampai di puncak sebeleum jam
2. Sementara di atas, Saya, Amin, dan Yogi masih melihat anak-anak yang mulai melambat
jalannya.
Pasukan yang lain sudah sampai dipuncak duluan, kami
menyusul. Sesampainya diatas, anak-anak yang seharusnya bahagia sudah sampai di
puncak malah sebaliknya. Suasana hening, desiran angin dan suara hujan saja
serta teriakan Desti Vianira dan Vivi saja yang terdengar, menyahut nama
temannya yang lain, Ava... teriak mereka untuk Ava yang duduk bersandar
dibebatuan karena kedinginan. Kepalanya dan kakinya tertutup oleh ponco. Saya
yang membawa tenda, menyuruh semua laki-laki terkecuali Yogi untuk mensurvey
tempat untuk membuka lapak tenda.
Suasana mulai tegang setelah banyak pasukan yang sakit
dan kedinginan. Akhirnya saya memutuskan untuk lari ke lembah gunung untuk
memasang tenda, sementara peserta yang lain kami suruh istirahat di bebatuan.
Hujan masih saja deras, untuk memasang tenda, kami harus melepaskan Ponco
agar cepat. Tenda harus segera dipasang karena disana banyak yang kedinginan.
Akhirnya terpaksa kami harus berbasah-basahan, sebagian laki-laki dari kami
tidak membawa baju lagi.
Tepat jam 02.00 pas, tenda sudah selesai dipasang. Saya kembali ke tempat
peristirahatan pertama untuk menjemput anak-anak yang lain. Saat berlari ke
arah mereka, terlihatlah anak-anak yang kedinginan bejalan dengan lambat.
Salah satu dari anggota kami Bibirnya bergetar, tidak bisa bicara, badan mulai menggigil namun
untunglah masih sadar dan masih bisa berjalan walaupun dibantu oleh teman-teman
yang lain.
Kami utamakan wanita dulu yang masuk tenda, sementara laki-laki membuat
bivak yang dikaitkan ke batang pohon untuk sekedar melindungi dari air
hujan.
Kami rujuk anak-anak yang kedinginan itu masuk tenda dan langsung mengganti
bajunya, namun cobaan datang lagi. Ternyata anak wanita yang kedinginan itu
rata-rata tidak membawa baju lagi setelah baju kemarin masih basah karena hujan
juga. Akhirnya terpaksa anak laki-laki harus berkorban untuk wanita. kami yang
membawa baju lebih, menyumbangkannya ke anak-anak yang butuh kehangatan itu.
Disatu sisi anak laki-laki juga tidak sedikit yang kedinginan sampai sampai
bibirnya beku tidak merasakan apa-apa. Untuk menghangatkan tubuh akhirnya kita
masak mie di bawah bivak.
Hujan mulai mereda, suasana yang tadinya panik kini
berubah menjadi gelak tawa untuk kaum laki-laki. Setelah mengecek ke tenda
Anak-anak perempuan pun mulai terlihat normal lagi sambil memakan-makanan yang
tersisa dalam carier mereka.
Pukul 15.30 W.I.B hujan sudah reda tapi angin yang turun ke lembah lumayan
menusuk kulit kami.
Saya, Yogi, Faiz dan Amin berdiskusi tentang penjalanan selanjutnya. Dan
hasilnya adalah tidak memungkinkan jika kami pergi turun lagi sekarang dalam
kondisi cuaca yang baru diguyur hujan ini.
Akhirnya kami sepakati bersama semua peserta untuk
menginap satu malam lagi di Gunung Guntur. Meskipun banyak yang mengeluh ingin
pulang. Untungnya dipuncak Guntur masih ada sinyal meskipun kabur-kabur. Yogi
sebagai ketua pendakian langsung memberitahukan kepada semua orangtua peserta
bahwa kondisi tidak memungkinkan untuk turun sekarang.
Tanggal 16 Mei 2014 (hari ke-3)
Kondisi
anak-anak sudah stabil dan normal, pagi-pagi kami sudah ceria kembali. Namun
na’as bagi Yogi, Faiz dan Pras yang tendanya terbalik semalam.
Kebetulan pendaki yang naik ke
gunung Guntur hanya kami saja, jadi pantas
dipuncak yang berisik hanya anggota kami.
Pukul 09.00 W.I.B kami turun dengan target jam 2 sampai
ke bawah. Trek yang menantang saat turun membuat nyali kami teruji kembali.
kami jadikan trek bebatuan kerikil sebagai sosorodotan alami saat turun,
meskipun banyak celana yang sobek.
Pukul 16.00 tepat kami sampai
di penggalian Pasir.
Seperti biasanya, hujan kembali turun. Untungnya kami
sudah sampai di kaki gunung. Menunggu truk pengangkut pasir datang, siapa tahu
bisa ikut naik.
Akhirnya truk datang, namun
kali ini kami disuruh bayar seharga Rp 50.000 sampai ke jalan raya.
Pukul 16.30 kami sampai di
Warung Si Ema. Dengan bangganya kami bisa selamat dan bertemu si Ema lagi.
Alhamdulillah... Petualangan selesai ! waktunya pulang ke Cianjur. Target
sampai ke Cianjur jam 9 malam. Namun kami menunggu sampai jam 20.00 dijalan
tidak ada satupun bis Karunia bakti yang lewat. Sebagian menyebutkan tidak ada
lagi bis yang kecianjur jam segini, adanya nanti subuh. Akhirnya kita naik 2
kali transportasi, Elf Garut-Cileunyi seharga Rp 15.000 disambung bis Doa Ibu
dengan harga Rp 17.000,
Akhirnya kami sampai dengan selamat di Cianjur pukul 00.00
Petualangan yang Menakjubkan. !
Petualangan yang Menakjubkan. !
Labels:Catatan Perjalanan,Kegiatan,Pendakian
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
0 Komentar:
Post a Comment